Program KNB selama ini dianggap cukup sukses membangun karakter islam moderat ala Indonesia |
Melalui diplomasi berbasis pendidikan pesantren, KNB berpeluang besar mengenalkan model perdamaian yang diterapkan di Indonesia kepada negara dunia ketiga maupun negara-negara yang saat ini masih terlibat konflik seperti Afganistan.
Menurut KH Anang Rikza Masyhadi, pesantren juga memiliki kesempatan sekaligus kemampuan untuk melakukan model diplomasi berbasis pendidikan pesantren seperti mengajarkan tentang keislaman yang moderat, studi keindonesiaan dan studi perdamaian, kepada santri asing.
"Tinggal pemerintah memfasilitasi dengan membuka lebih banyak peluang dan kesempatan untuk menarik calon santri dari negara-negara yang disebut tadi agar tertarik serta mau belajar atau nyantri di pondok pesantren di tanah air," ujar KH Anang Rikza Masyhadi, Sabtu (28/8/2021).
KH Anang Rikza Masyhadi menjelasakan, program KNB selama ini dianggap cukup sukses membangun karakter islam moderat ala Indonesia yang penuh keberagaman kepada 42 santri asal Afganistan yang sempat mengenyam pendidikan di Ponpes Moderen Tazakka.
Ia menambahkan, dengan sistem pengajaran di pesantren mampu mengubah cara pandang santri asing tentang keislaman di negara asal dengan membandingkan islam yang dipraktekan di Indonesia.
"Jadi mereka melihat bukan cuma belajar di kelas tentang ilmu perdamaian, tafsir perdamaian, hadis tentang perdamaian maupun fiqh perdamaian akan tetapi mereka juga akan melihat, oh santri santri di sini dengan latar belakang suku adat budaya berbeda ternyata bisa hidup damai, harmonis tidak ada konflik kemudian mereka bisa saling membantu," terangnya.
Namun demikian, pihaknya juga menyayangkan, program sebagus KNB harus terhenti tidak lagi diteruskan oleh pemerintah yang sekarang atau mungkin juga karena ada faktor pandemi Covid-19 di Indonesia.
KH Anang Rikza Masyhadi menuturkan, program KNB tersebut diinisiasi oleh Jusuf Kalla yang saat itu masih menjabat sebagai wakil presiden. Dari pengalamanya menjadi juru damai bagi kelompok-kelompok yang bertikai di Afganistan akhirnya memunculkan ide untuk mengubah karakter generasi muda setempat yang kelak menjadi calon pemimpin bangsanya dengan mengirimkanya ke Indonesia untuk belajar di pesantren Indonesia, mendapatkan pendidikan islam Indonesia dan memahami model perdamaian yang diterapkan di Indonesia.
"Harapanya mereka ini sekembalinya ke negara asal akan menularkan bahkan menginspirasi anak muda lainya untuk belajar di pesantren Indonesia. Istilahnya kita berinvestasi melalui duta model keragaman Indonesia yang moderat, islam yang wasathiyah dan model persatuan serta perdamaian yang ukhuwah islamiyah," paparnya.
KH Anang Rikza Masyhadi menyebut, Ponpes Moderen Tazakka adalah tenda besar bagi umat islam dunia, karena yang belajar berasal dari segala macam suku, ras, budaya dan bahasa. Hampir semua santri yang ada di provinsi di indonesia belajar di sini.
Metode yang diajarkan adalah mendidik anak-anak dari bangsa lain yang pada saatnya mereka kembali menjadi pemimpin di negerinya masing masing.
"Inilah yang disebut soft diplomasi atau diplomasi lunak, kata lainya diplomasi second track atau level kedua di luar diplomasi resmi negara. Ini bagian dari diplomasi kita dari pesantren," jelasnya.
KH Anang Rikza Masyhadi mengungkapkan, sejauh ini telah ada 42 santri asal Afganistan yang belajar di Ponpes Moderen Tazakka, di mana dari 27 santri yang meneruskan pendidikanya ke berbagai perguruan tinggi di negara-negara islam, empat santri di antaranya mendapat beasiswa dari program KNB dan memilih belajar di universitas yang ada di tanah air, sementara sisanya kembali ke negara asal.
"Insya Allah kami juga akan kembali kedatangan santri asing dari negara-negara Afrika terutama Nigeria, namun saat ini masih tertunda lantaran terhalang pandemi," katanya.
Sementara itu tiga dari empat santri asal Afganistan yang meneruskan pendidikanya di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Negeri Malang, kedapatan mengisi liburan ke Ponpes Moderen Tazakka mengaku sangat beruntung bisa belajar di pesantren dan universitas di Indonesia.
"Saya sangat senang belajar di Indonesia karena tidak ada konflik. Di sini saya diajarkan tentang islam yang dipraktekan di Indonesia, juga tentang budaya dan perdamaian," tutur Hamid Stanikzai (25) pemuda asal Kota Kabul, Afganistan, lulusan Ponpes Moderen Tazakka, Sabtu (28/8/2021).
Hamid berkeinginan agar pemerintah membantu anak muda lainya yang masih di Afganistan agar bisa belajar di Indonesia seperti dirinya melalui program KNB.
"Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia, Bapak Jusuf Kalla dan MUI Indonesia yang mendukung dan kasih kesempatan kepada saya untuk belajar di Ponpes Moderen Tazakka, juga kepada pimpinan pondok Ustadz Anang Rikza Masyhadi yang telah beri saya beasiswa untuk melanjutkan ke Universitas Muhammadiyah Malang," ucapnya.
Hal yang sama juga dirasakan kakak beradik Adiba Hakim Zada (24) dan Meena Hakim Zada (22) yang sama-sama lulusan Ponpes Moderen Tazakka dan kemudian melanjutkan ke Universitas Muhammadiyah Surakarta.
"Kami senang berada di tengah-tengah orang Indonesia. Di sini aman tidak ada konflik meski banyak suku dan budaya yang berbeda. Perdamaian di Indonesia layak dijadikan contoh bagi negara lain," katanya.