Banjir yang merendam Kota Pekalongan, dalam sepekan terakhir telah melumpuhkan industri batik |
Kurdi (58) produsen batik tradisional di Kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat, mengatakan, banjir menjadi penyebab usahanya berhenti produksi serta membuat belasan pekerjanya terpaksa diliburkan.
Kurdi menuturkan, stok kain mori sebagai bahan dasar batik berikut kain batik lembaran yang akan dijahit menjadi celana kulot, daster dan pakaian panjang atau longdress, ikut terendam banjir.
"Banjir juga merusak alat kerja seperti canting, cap dan sejumlah kompor atau tungku termasuk stok obat batik juga ikut terendam air sehingga kerugian akibat banjir belum bisa dihitung," ujarnya, Sabtu (29/2/2020).
Kurdi menjelaskan, biasanya dalam sepekan dirinya mampu mengirim 180 hingga 200 kodi batik ke pemesan dengan nilai berkisar Rp 150 jutaan.
Dengan kondisi berhenti berproduksi karena banjir, ia mengaku kehilangan omset ratusan juta dalam sepekan dan akan bertambah bila banjir tak kunjung surut dalam sepekan ini.
Kurdi menambahkan, Secara keseluruhan nilai kerugian belum bisa dihitung lantaran masih harus menunggu banjir surut, karena banyak yang harus diinventarisir seperti kain mori, batik jadi siap kirim dan peralatan kerja serta obat batik yang juga ikut terendam.
"Saya hanya bisa pasrah dan berharap banjir lebih cepat surut agar usaha bisa kembali pulih," harapnya.
Sementara itu, satu di antara pekerja, Faisol (36), mengaku sudah sepekan tidak lagi mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarganya lantaran tempat usaha pembuatan batik milik bosnya berhenti berproduksi.
Dalam sepekan, Faisol kehilangan penghasilan sebesar Rp 450 ribu atau setara Rp 75 ribu per hari dan banjir mengancam kelangsungan hidup keluarganya.
"Saya sudah seminggu libur dan tidak ada penghasilan sementara banjir belum ada tanda-tanda surut dengan cepat," ucapnya.
Nasib Faisol cukup beruntung, lantaran sang juragan masih memberikan intensif berupa uang makan dan selama banjir merendam, Faisol masih bisa membawa pulang nasi bungkus lengkap dengan lauk pauk untuk keluarganya.
"Selama banjir, juragan saya membuka dapur umum untuk kebutuhan karyawan dan warga sekitar karena pemerintah sama sekali tidak membantu dengan alasan yang diberi bantuan adalah pengungsi bukan korban banjir yang bertahan di rumah," bebernya.
Tags:
kota pekalongan